Sejarah Perkembangan PKn di Indonesia
SEJARAH PERKEMBANGAN PKn DI INDONESIA
Pendidikan
moral indonesia, secara tradisional, berisi nilai-nilai kemasyarakatan, negara
dan agama. Pada mulanya, pendidikan moral di laksanakan melalui pendidikan
agama dan budi pekerti. Tidak ada pendidikan moral secara eksplisit.
Pada
tahun 1957 mulai di perkenalkan mata pelajaran kewarganegaraan, yang isi
pokoknya meliputi cara memperoleh kewarganegaraan, hak dan kewajiban warga
negara. Di samping itu, dari sudut pengetahuan tentang negara di perkenalkan
juga mata pelajaran Tata Negara dan Tata Hukum. Ketiga mata pelajaran tersebut
semata-mata beraspek kognitif.
Pada
tahun 1959 terjadi perubahan arah politik di Negara Indonesia. UUDS 1950 tidak
berlaku, dinyatakan tidak berlaku oleh Dekrit Presiden 5 Juli 1959, nampak dalam
bidang pendidikan diadakan perubahan arah. Perubahn ini adalah diperkenalkan
mata pelajaran Civics di SMP dan SMP, yang isinya meliputi Sejarah Nasional,
Sejarah Proklamasi, UUD 1945, Pancasila, Pidato-pidato Kenegaraan Presiden,
pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa. Buku sumber yang yang di pergunakan
adalah “Civics Manusia Indonesia Baru” dan “Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi”
yang lebih di kenal dengan singkatan “TUBAPI”. Metode pengajarannya lebih bersifat
indoktrinasi. Buku pegangan untuk murid belum ada.
Pada
tahun 1962, istilah Civics diganti dengan istilah Kewargaan Negara atas anjuran
Dr. Suhardjo, S.H. yang pada waktu itu menjabat sebagai Mentri Kehakiman.
Perubahan ini didasarkan atas tujuan yang ingin dicapainya, yaitu “membentuk
warga negara yang baik”.
Pada tahun 1965 terjadi pemberontakan G
30 S/PKI yang kemudian diikuti oleh pembaharuan tatanan dalam pemerintahan.
Pembahruan tatanan inilah yang kemudian dibatasi oleh tonggakyang resmi dengan diserahkannya
surat perintah 11 Maret 1966 dari Presiden Soekarno kepada Letnan Jenderal
Soeharto. Tanggal itulah yang kemudian dijadikan tonggak pemerintahan Orde
Baru, yang mengandung tekad untuk memurnikan pelaksanaan UUD 1945 secara
konsekuen.
Perubahan sistem
ketatanegaraan/pemerintahan ini kemudian diikuti dengan kebijaksanaan dalam
pendidikan, yaitu dengan keluarnya Keputusan Menteri P & K No. 31/1967 yang
menetapkan bahwa pelajaran Civics isinya terdiri atas:
1. Pancasila
2. UUD
1945
3. Ketetapan-ketetapan
MPRS
4. Pengetahuan
tentang PBB
Pada tahun 1968,
kebijaksanaan dalam bidang pendidikan ini disusul dengan keluarnya kurikulum
1968. Dalam kurikulum ini istilah Civics, yang secara tidak resmi diganti
dengan istilah Kewargaan Negara, diganti lagi dengan Pendidikan Kewargaan tidak
lagi dengan Pendidikan Keargaan Negara, yang lebih dikenal dengan singkatan
PKn. PKn ini sudah tidak lagi menggunakan metode indoktrinasi dalam penyampaian
pesan pada anak didik. Bahan pokoknya pun telah diterapkan dalam kurikulum
tersebut yang meliputi:
1. Untuk
tingkat Sekolah Dasar:
a. Penegetahaun
Kewargaan Negara
b. Sejarah
Indonesia
c. Ilmu
Bumi
2. Untuk
tingkat SMP
a. Sejarah
Kebangsaan
b. Kejadian
setelah kemerdekaan
c. UUD
1945
d. Pancasila
e. Ketetapan-ketetapan
MPRS
3. Untuk
tingkat SMA
Uraian pasal-pasal
dalam UUD 1945 dihubungkan dengan Tata Negara, Sejarah, Ilmu Bumi dan Ekonomi.
Pada tahun 1973, oleh Badan Pengembangan Pendidikan (BP3) Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Bidang Pendidikan Kewargaan Negara, telah ditetapkan 8 tujuan kurikuler,
yang meliputi bidang:
a. Hak
dan kewajiban warga negara
b. Hubungan
luar negeri/pengetahuan internasional
c. Persatun
dan kesatuan bangsa
d. Pemerintahan
demokrasi indonesia
e. Keadilan
negara bagi seluruh rakyat indonesia
f. Pembangunan
negara ekonomi
g. Pendidikan
kependudukan
h. Keamanan
dan ketertiban masyarakat
Walaupun bahan pokok
dan tujuan kurikuler telah ditetapakn, namun pada waktu itu belum disusun buku
pegangan resmi, baik bagi peserta didik maupun bagi pendidik. Dengan tidak
adanya pegangan resmi dari pemerintahan, maka setiap sekolah/pendidik mengambil
kebijaksanaan sendiri. Perlu adanya catatan yang penting dari PKn tersebut
yaitu aspek afektif tidak muncul. Pkn ternyata hanya menitik beratkan pada
aspek kognitif saja. Selain itu moral Pancasila kepada peserta didik tidak
secara eksplisit, sehingga PKn ini tidak akan berhasil memebawa amanat/pesan
dari pandangan hidup bangsa yaitu Pancasila. Keadaan semacam ini ditambah
dengan buku pegangan untuk peserta didik yang beraneka ragam, buku pegangan
pendidik yang beraneka ragam, pengembangan materi oleh pendidik yang sangat
diwarnai oleh ilmu yang dimilikinya serta pola berpikirnya, akan menyebabkan
keanekaragaman output, baik aspek kognitif maupun aspek afektif.
Era baru dalam bidang
ketatanegaraan muncul. MPR hasil pemilu menghasilkan GBHN dalam Ketetapan No.
VI / MPR 1973 yang menginstruksikan adanya PMP di semua jenjang sekolah dan TK
sampai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta.
Pada akhir tahun 1975,
tim Nasional Kurikulum Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyusun kurikulum
dan garis-garis besar pengajaran dalam bidang studi PMP untuk SD, SMP, dan SMA.
Tahun 1978 MPR hasil
pemilu yang kedua sesudah Orde Baru, berhasil mengeluarkan ketetapan No.
II/MPR/1978 yang memuat pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila atau
Ekaprasetia Pancakarsa. Ketetapan ini bermaksud memberikan penjabaran yang
sederhana, jelas dan mudah dipahami nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
(selanjutnya dikenal dengan 36 butir nilai P4), untuk dapat dipakai sebagai penuntun
dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, oleh setiap
warga negara Indonesia.
Dalam kurikulum 1975
telah ditetapakan sejumlah pokok bahasan sebagai materi PMP ditambah atau
diperkaya dengan materi Tap MPR No. II/MPR/1978. Namun belum terdapat buku
paket untuk peserta didik. Untuk menghindari adanya pengembangan materi yang
beraneka ragam oleh pendidik/peminat penulis buku, maka mulai tahun 1978 telah
dirintis penulisan buku paket PMP untuk SD, SMP, dan SMA. Kegiatan ini diakhiri
dengan diterbitkannya buku paket PMP tersebut pada tahun 1980 dan seterusnya
dipergunakan di sekolah-sekolah dari SD sampai SMA. Pada tahun 1982, buku paket
PMP dikoreksi dengan mendaoatkan banyak sumbangan pemikiran dari masyarakat,
tokoh-tokoh agam, pendidik serta para cerdik cendekiawan. Akhirnya setelah di
koreksi kemudian dicetak ulang dan disahkan penggunaannya dengan keputusan
Menteri P & K No. 137/C/Kep/R/83, dan sekaligus menarik buku-buku PMP
cetakan lama.
Selanjutnya, lembaga
tertinggi negara hasil pemilu ketiga setelah Orde Baru, berhasil mengeluarkan
produknya antara lain Tap MPR No. I/MPR/1983 tentang GBHN. Ada dua hal yang
perlu diperhatikan dari GBHN ini, yaitu:
1. Pendidikan
Moral Pancasila masih tetap diberikan di sekolah-sekolah
2. Munculnya
unsur baru dalam pendidikan Pancasila, yaitu:
a. Pendidikan
pelaksanaan pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila.
b. Pendidikan
sejarah perjuangan bangsa
Kurikulum
1975 nampaknya sudah seharusnya ditinjau kembali. Hasil penilaian menunjukkan
bahwa ada kelemahan yang berkenaan dengan aspek keselarasan antara lingkup
dengan kedalaman bahan yang menyebabkan syaratnya materi pelajaran, keselarasan
vertikal yang menyangkut tata urutan pokok bahasan, dan kesesuaian materi
dengan perkembangan baru. Sehubungan dengan hal itu, maka muncul keputusan
Menteri P & K dengan No. 0461/U/1984 tentang perbaikan kurikulum pendidikan
dasar dan menengah, serta keputusan Menteri tersebut tentang perbaikan
kurikulum sekolah menengah tingkat atas. Salah satu ciri khas kurikulum ini,
selanjutnya disebut dengan kurikulum 1984, adalah diterapkannya keluwesan
program. Khususnya untuk bidang studi PMP perlu pembenahan dalam hal ranahnya.
Pada kurikulum 1975, walaupun didasari bahwa PMP adalah pendidikan moral, namun
titik beratnya masih ranah pengetahuan. Oleh karena itu, ada penataan kembali
ke dalam kurikulum 1984, yang lebih menitikberatkan pada ranah moral (afektif),
disamping secara integrativ perlu diperhatikan ranah lainnya yaitu pengetahuan
(kognitif) dan perbuatan (psikomotor).
Sebagai
salah satu bentuk pelaksanaan UU No.2 tahun 1989, pada tanggal 25 Febuari 1993 telah
terbit keputusan Mendikbud No. 060/U/1993, tentang kurikulum pendidikan dasar
tersebut secara bertahap dinyatak mulai berlaku pada tahun ajaran 1994/1995.
Oleh karena itu kemudian kurikulum tersebut dikenal dengan kurikulum Diknas 1994 atau Kurikulum ’94.
Pada
tahun 1994, nama Pendidikan Moral Pancasila Diganti Dengan Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan (PPKn). Bila dikaitkan dengan kurikulum sebelumnya, mata
pelajaran tersebut memadukan konsep Pendidikan Moral Panasila (PMP) dengan
Pendidikan Kewargaan Negara (PKn). Istilah Pendidikan Moral Pancasila
diperbaiki menjadi pendidikan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan
Pendidikan Kewargaan Negara diubah
menjadi Pendidikan Kewarganegaraan. Kemudian di padukan menjadi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan. Pendidikan Pancasila memiliki konotasi lebih
luas dan utuh dari pada Pendidikan Moral Pancasila, karena Pancasila tidak
hanya memiliki dimensi moral, tetapi juga mengandung konsep, nilai, moral, dan
norma.
Selanjutnya
pada tahun 1999 dimaskkan suplemen tamabahan materi PPKn sesuai dengan
perubahan kehidupan ketatanegaraan setelah era reformasi. Materi P-4 secara
resmi tidak lagi di pakai dalam suplemen kurikulum 1999, karena Tap MPR tentang
P-4 telah dicabut dengan Tap MPR No. XVIII/MPR/1998.
Pada
tahun 2000, setelah Indonesia masuk dalam era reformasi maka bidang pendidikan
pun mengalami perubahan. Adanya tuntutan bahwa pengetahuan yang didapatkan di
sekolah harus bisa menopang kebutuhan skill yang terus bertambah maka lahirlah
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pada tahun ini berganti nama mata
pelajaran PKn, tahun 2004 kurikulum PKn SD diintegrasikan dengan mata pelajaran
IPS, menjadi PPKS (Pendidikan Kewaraganwgaraan dan Pengetahuan Sosial) dalam
BK, sementara di tingkat SMP dan SMA merupakan mata pelajaran yang berdiri
sendiri. KBK Kewarganegaran tampak telah
mengarah pada tiga komponen PKn yang bermutu, yaitu seperti yang diajukan oleh Centre for Civics Education pada tahun
1999 dalam National Standard for Civics
and Goverment. Ketiga komponen tersebut yaitu Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), Civic Skill (keterampilan kewarganegaraan), dan Civic Disposition (karakter
kewarganegaraan). Tahun 2006, prubahan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, PKn
tidak lagi terintegrasi dengan mata pelajaran IPS, melainkan berdiri sendiri
menjadi mata pelajaran PKn.
Leave a Comment